Gereja Katedral yang berada tak jauh dari Mesjid Istiqlal adalah bangunan berdesain unik yang selalu menjadi perhatian wisatawan. Usia bangunan ini memang sudah lebih dari seabad. Tidak heran bila bangunan ini ditetapkan sebagai salah satu bangunan cagar budaya yang dilindungi kelestariannya.
. Keunikan dari gereja hasil rancangan seorang pastornya yang bernama, Antonius Dijkmans ini, terlihat pada dua menara yang mengapit pintu masuk. Di atas menara tersebut ada dua menara kecil lain yang tersusun dari rangkaian besi. Demikian juga dengan menara ketiga. Pada puncak setiap menara terdapat lonceng kuno yang dibuat sekitar tahun 1800 sampai awal 1900-an.
Gereja Katedral atau dikenal juga dengan De Kerk van Onze Lieve Vrouwe ten Hemelopneming atau Gereja Santa Maria Pelindung Diangkat ke Surga. Menara putih terbuat dari baja menjulang ke angkasa.
Dari kejauhan, menara ini seakan muncul dari balik puncak-puncak hijaunya pohon. Gereja yang diresmikan pada 1901 berdasarkan arsitektur bergaya neogotik dari Eropa ini menjadi salah satu bangunan ibadah yang memiliki pesona dan karisma tersendiri di Ibu Kota.
Keindahan arsitektur gereja semakin terasa ketika memasuki halaman utama, kesan lapang terasa kental. Putih alami dinding gereja membuat nuansa klasik mengusik siapa pun yang datang untuk beribadah atau sekadar berjalan-jalan menikmati keindahan bangunan yang dirancang Pastor Antonius Dijkmans ini.
Peletakan batu pertama bangunan ini dilakukan Provicaris Carolus Wenneker. Dari bagian depan Katedral, tepatnya di atas pintu masuk, terdapat tiga puncak menara yang menjulang tinggi. Masing-masing menara memiliki nama dan makna tersendiri. Menara kecil di tengah-tengah atap dengan sebuah ukiran lingkaran di bawahnya dinamakan Menara Angelus Dei.
Sementara itu, dua menara dengan tinggi 60 meter dari atas tanah, di sisi kanan dan kiri Angelus Dei, masing- masing dinamakan Benteng Daud dan Menara Gading. Secara umum, Katedral dibangun menyerupai salib berukuran raksasa, dengan panjang 33 x 17 meter. Ruang altar dibuat setengah lingkaran, sedangkan ruang utama dihiasi enam tiang berukuran raksasa yang menjulang menyentuh langit-langit.
Keindahan bangunan ibadah ini semakin terasa dengan langit-langit yang dibuat melengkung dari kayu jati berwarna cokelat mengkilap. Kesan agung dan sakral semakin terasa ketika menginjakkan kaki di pintu masuk. Ditempat ini, terdapat batu pualam putih yang menempel di dinding, yang bertuliskan Marius Hulswit architectus erexit me 1899-1901, yang berarti “aku didirikan oleh arsitek Marius Hulswit pada 1899-1901″.
Walaupun pada prasasti disebut hanya Hulswit sebagai arsiteknya, cukup banyak bukti bahwa Dijkmans-lah yang membuat sketsa-sketsa pertama dari gereja berkapasitas 900 lebih umat ini. Keberadaan Dijkmans sebagai pembuat gambar asli diungkapkan Romo Kurris SJ, yang menemukan arsip Jesuit di Nijmegen, Belanda, tentang data dan gambar yang ditandatangani Dijkmans.
Denah dasar gereja ini bisa ditemukan di ruang museum sekarang ini. Suasana di dalam gereja yang memiliki tiga lonceng berinskripsi dengan bahasa Latin tersebut akan semakin sakral ketika pendar-pendar matahari menembus kaca jendela yang didesain berukuran besar khas bangunan Eropa. Dari kaca patri beraneka warna akan terpantul kilau keemasan matahari.
Keindahan interior gereja dipadukan cahaya matahari yang masuk lewat kaca jendela, membuat pengunjung betah berlama-lama. Tidak jauh dari pintu masuk utama, bagi pengunjung yang ingin menyaksikan koleksi-koleksi benda bersejarah dan antik milik gereja, bisa naik ke lantai dua dengan menyusuri tangga yang terbuat dari kayu jati.
Di sepanjang dinding tangga menuju ruang museum, pengunjung dimanjakan dengan keberadaan foto-foto bersejarah yang menggambarkan proses pembangunan gereja dari awal hingga kondisi Jakarta tempo dulu.
“Museum ini tidak menutup diri dari masyarakat umum. Mahasiswa ataupun pelajar boleh datang mengunjungi museum ini,” ujar pengelola Museum Katedral, Jakarta, Eduardus Suwito. Relawan yang telah dua tahun bekerja sebagai pengurus Museum Katedral, Jakarta, itu melanjutkan, dulunya Gereja Katedral belum memiliki museum.
Namun, atas kepedulian Romo Kurris SJ terhadap benda-benda tua bersejarah, akhirnya pada 1988, Katedral bisa membuat sebuah museum setelah mengumpulkan benda-benda bersejarah yang dulu letaknya terpisah-pisah.
“
Tidak ada komentar:
Posting Komentar